BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individu dan sosial yang memiliki kelemahan dan kelebihan. Selain itu, manusia tidak dapat hidup dan tidak berdaya tanpa bantuan oang lain. Bantuan yang diberikan oleh manusia lain itu sebagai perwujudan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Bermacam-macam
cara yang dilakukan oleh masing-masing individu dalam membantu individu
lainnya. Misalnya para guru membantu para orang tua dalam mendidik
anaknya. Anak berperan sebagai peserta ddik sehingga setiap guru harus mempunyai
tanggung jawab untuk ikut berperan dalam membentuk kepribadian yang
lebih baik dan mengajarkan ilmu agar kelak dapat menjadi insan yang
berintelektual dan berguna bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Meskipun peran guru ini sebenarnya bukan komponen utama dalam
menentukan kepribadian peserta didiknya.
Buchori
(1982:92) mengungkapkan “kepribadian berarti integrasi dari seluruh
sifat seseorang baik sifat-sifat yang dipelajarinya maupun sifat-sifat
yang diwarisinya, yang menyebakan kesan yang khas, unik pada orang lain”.
Memahami karakteristik kepribadian peserta
didik tidaklah mudah. Sehingga antara pendidik dengan peserta didik
sama-sama belajar. Dari proses belajar tersebut, banyak
pendapat-pendapat atau hasil penelitian tentang macam-macam kepribadian
peserta didik yang bertujuan agar terjadi kesinambungan antara satu
dengan yang lainnya. Jika dalam kehidupan atau ruang lingkup
pendidikan, salah satunya dapat bertujuan untuk memperlancar proses
pembelajaran agar sasaran dan ilmu yang disampaikan dapat maksimal saat
diterima masing-masing peserta didik. Sehingga dapat dikatakan bahwa
memahami kepribadian peserta dapat dianggap modal atau langkah awal
para pendidik sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Karakteristik
kepribadian sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran karena
pelajaran atau materi dapat dipahami oleh peserta didik saat peserta
didik dapat fokus terhadap apa yang sedang dibahas. Sebelum membuat
peserta didik fokus terhadap materi atau pelajaran
yang pendidik berikan, langkah awal pendidik adalah membuat peserta
didik fokus kepada pendidik. Apabila para pendidik telah berhasil
membuat fokus para peserta didik kepada pendidik, maka dengan mudahnya
para pendidik melangsungkan kegiatan belajarnya. Maka dari itu, penulis tertarik untuk memberi tahu tentang macam-macam kepribadian anak.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini, antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan peserta didik dan belajar?
2. Apa macam-macam kepribadian atau karakteristik pada peserta didik?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian?
4. Apa pengaruh yang muncul akibat kepribadian peserta didik terhadap proses pembelajaran?
C. Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui arti atau maksud tentang peserta didik dan belajar.
2. Mengetahui macam-macam kepribadian atau karakteristik pada peserta didik.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian.
4. Memahami pengaruh yang muncul akibat kepribadian peserta didik terhadap proses pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Peserta Didik
Menurut Sinolungan (dalam Kurnia,
2007: 4) menyatakan bahwa penegertian peserta didik dibagi menjadi dua,
yaitu dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, peserta didik adalah
setiap orang yang terkait
dengan proses pendidikan sepanjang hayat. Sedangkan dalam arti sempit,
peserta didik adalah setiap siswa yang belajar di sekolah. Peserta
didik merupakan subjek fokus utama dalam penyelenggaraan pendidikan dan
pembelajaran. Sehingga para guru harus merasa atau menganggap bahwa pemahaman dan perlakuan terhadap peserta didik sebagai suatu totalitas atau kesatuan.
B. Pengertian Belajar
Pada hakikatnya, “belajar
merupakan salah satu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh perubahan perilaku yang relatif dalam aspek kognitif,
afektif, maupun psikomotorik yang diperoleh melalui proses interaksi
dengan lingksungannya” (Wijaya, 1998: 233). Selain itu, “perbuatan
belajar adalah suatu aspek dari suatu bagian organism yang menganggap
atau memandang perbuatan bekajar sebagai suatu aspek dari tingah laku
seluruh organism” (Kurnia, 2007: 6)
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar terjadi secara sadar, bersifat kontinyu, relatif menetap, dan mempunyai tujuan terarah pada suatu kemajuan. Belajar tidak hanya tentang pengetahuan saja, tetapi juga tentang etika, menegndalikan diri, dan lain-lain. Dengan
belajar tersebut, diperoleh kepribadian-kepribadian yang sifatnya umum
(akibat dari lingkungan) baik kepribadian baik maupun buruk. Jadi, belajar berfungsi sebagai jalan untuk berpengetahuan tinggi dan berkepribadian yang baik.
C. Macam-macam karakteristik kepribadian
Begitu
banyak tipe kepribadian menurut para ilmuwan. Berikut ini adalah
tipe-tpe kepibadian menurut masing-masing para ahli agar kita lebih
memahami kepribadian peserta didik sehingga saat proses kegiatan
belajar dan mengajar berlangsung dengan maksimal.
Menurut Eysenck 1964 (dalam Buchori 1982) menyatakan
Tipe kepribadian dibagi menjadi tiga, yaitu:
· Kepribadian Ekstrovert: dicirikan dengan sifat sosiabilitas, bersahabat, menikmati kegembiraan, aktif bicara, impulsif, menyenangkan spontan, ramah, sering ambil bagian dalam aktivitas sosial.
· Kepribadian Introvert: dicirikan dengan sifat pemalu, suka menyendiri, mempunyai kontrol diri yang baik.
· Neurosis:
dicirikan dengan pencemas, pemurung, tegang, bahkan kadang-kadang
disertai dengan simptom fisik seperti keringat, pucat, dan gugup.
Menurut Mahmud 1990 (dalam Suadianto 2009) menyatakan
Kepribadian terbagi menjadi dua belas kepribadian, yang meliputi kepribadian sebagai berikut:
· Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat VS dingin.
· Bebas, cerdas, dapat dipercaya VS bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
· Emosi stabil, realistis, gigih VS emosi mudah berubah, suka menghindar (evasive), neurotik.
· Dominat, menonjolkan diri VS suka mengalah, menyerah.
· Riang, tenang, mudah bergaul, banyak bicara VS mudah berkobar, tertekan, menyendiri, sedih.
· Sensitif, simpatik, lembut hati VS keras hati, kaku, tidak emosional.
· Berbudaya, estetik VS kasar, tidak berbudaya.
· Berhati-hati, tahan menderita, bertanggung jawab VS emosional, tergantung, impulsif, tidak bertanggung jawab.
· Petualang, bebas, baik hati VS hati-hati, pendiam, menarik diri.
· Penuh energi, tekun, cepat, bersemangat VS pelamun, lamban, malas, mudah lelah.
· Tenang, toleran VS tidak tenang, mudah tersinggung.
· Ramah, dapat dipercaya VS curiga, bermusuhan.
Menurut Hippocrates dan Galenus (dalam Kurnia 2007)
Tipologi kepribadian yang tertuang
bersifat jasmaniah atau fisik. Mereka mengembangkan tipologi
kepribadian berdasarkan cairan tubuh yang menentukan temperamen
seseorang. Tepe kepribadian itu antara lain:
· Tipe
kepribadian choleric (empedu kuning), yang dicirikan dengan pemilikan
temperamen cepat marah, mudah tersinggung, dan tidak sabar.
· Tipe melancholic (empedu hitam), yang berkaitan dengan pemilikan temperamen pemurung, pesimis, mudah sedih dan mudah putus asa.
· Tpe phlegmatic (lendir), yang bertemperamen yang serba lamban, pasif, malas, dan kadang apatis/ masa bodoh.
· Tipe sanguinis (darah), yang memiliki temperamen dan sifat periang, aktif, dinamis, dan cekatan.
Menurut Kretchmer dan Sheldon (dalam Kurnia 2007) menyatakan bahwa
Tipologi kepribadian berdasarkan bentuk tubuh atau bersifat jasmaniah. Macam-macaam kepribadian ini adalah:
· Tipe asthenicus atau ectomorpic
pada orang-orang yang bertubuh tinggi kurus memiliki sifat dan
kemampuan berpikir abstrak dan kritis, tetapi suka melamun dan sensitif.
· Tipe pycknicus atau mesomorphic pada orang yang betubuh gemuk pendek, memiliki sifat periang, suka humor, popular dan mempunyai hubungan sosial luas, banyak teman, dan suka makan.
· Tipe athleticus atau mesomorphic
pada orang yang bertubuh sedang/ atletis memiliki sifat senang pada
pekerjaan yang membutukhkan kekuatan fisik, pemberani, agresif, dan
mudah menyesuaikan diri.
Namun demikian, dalam kenyataannya lebih banyak manusia dengan tipe campuran (dysplastic).
Menurut Jung (dalam Sudianto 2009)
Tipologi kepribadian dikelompokan berdasarkan kecenderungan hubungan sosial seseorang, yaitu:
· Tipe Ekstrovert yang perhatiannya lebih banyak tertuju di luar.
· Tipe Introvert yang perhatiannya lebih tertuju ke dalam dirinya, dan dikuasai oleh nilai-nilai subjektif.
Tetapi, umumnya manusia mempunyai tipe campuran atau kombinasi antara ekstrovert dan introvert yang disebut ambivert.
Pada
periode anak sekolah, kepribadian anak belum terbentuk sepenuhnya
seperti orang dewasa. Kepribadian mereka masih dalam proses
pengembangan. Wijaya (1988) menyatakan “karakteristik anak secara sederhana dapat dikelompokkan atas:
1. Kelompok anak yang mudah dan menyenangkan.
2. Anak yang biasa-biasa saja.
3. Anak yang sulit dalam penyesuaian diri dan sosial, khususnya dalam melakukan kegiatan pembelajaran di dekolah”.
Menurut Kurnia (2007) menjelaskan bahwa:
Karakteristik
atau kepribadian seseorang dapat berkembang secara bertahap. Berikut
ini adalah krakteristik perkembangan pada masa anak samapai masa puber.
† Krakteristik perkembangan masa anak awal (2-6 tahun)
Masa
anak awal berlangsung dari usia 2-6 tahun, yaitu setelah anak
meninggalkan masa bayi dan mulai mengikuti pendidikan formal di SD.
Tekanan dan harapan sosial untuk mengikuti pendidikan sekolah
menyebabkan perubahan perilaku, minat, dan nilai pada diri anak. Pada
masa ini, anak sedang dalam proses penegmbangan kepribadian yang unik
dan menuntut kebebasan. Perilaku anak sulit diatur, bandel, keras
kepala, dan sering membantah dan melawan orang tua. Hal ini memang
sangat menyulitkan para pendidik. Tak heran, apabila para guru
Playgroup sampai SD harus lebih bersabar dalam melangsungkan
pembelajaran atau mendidik siswa. Disiplin mulai bisa diterapkan pada
anak sehingga anak dapat mulai belajar hidup secara tertib. Dan sikap para pedidik sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak.
† Krakteristik perkembangan masa anak akhir (6-12 tahun)
Karakteristik
atau ciri-ciri periode masa anak akhir, sama halnya dengan ciri-ciri
periode masa anak awal dengan memperhatikan sebutan atau label yang
digunakan pendidik. Orang tua atau pendidik menyebut masa anak akhir
sebagai masa yang menyulitkan karena pada masa ini anak lebih banyak
dipengaruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh orang tuanya.
Kebanyakan anak pada masa ini juga kurang memperhatikan dan tidak
bertanggung jawab terhadap pakaian dan benda-benda miliknya. Para
pendidik memberi sebutan anak usia sekolah dasar, karena pada rentang
usia ini (6-12 tahun) anak bersekolah di sekolah dasar. Di sekolah
dasar, anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan yang dianggap penting untuk keberhasilan melanjutkan studi
dan penyesuaian diri dalam kehidupannya kelak.
† Krakteristik perkembangan masa puber (11/12 – 14/15 tahun)
Masa
puber adalah suatu periode tumpang tindih antara masa anak akhir dan
masa remaja awal. Periode ini terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap:
prapuber, puber, dan pascapuber. Tahap prapuber bertumpang tindih
dengan dua tahun terakhir masa anak akhir. Tahap puber terjadi pada
batas antara periode anak dan remaja, di mana ciri kematangan seksual
emakin jelas (haid dan mimpi basah). Tahap pascapuber bertumpang tindih
dengan dua tahun pertama masa remaja. Waktu masa puber relatif singkat
(2-4 tahun) ini terjadi pertumbuhan dan perubahan yang sangat pesat dan
mencolok dalam proporsi tubuh, sehingga menimbulkan keraguan dan
perasaan tidak aman pada anak puber. Peubahan fisik dan sikap puber ini
berakibat pula pada menurunnya prestasi belajar, permasalahan yang
terkait dengan penerimaan konsep diri, serta persoalan dalam
berhubungan dengan orang di sekitarnya. Orang dewasa maupun pendidik
perlu memahami sikap perilaku anak puber yang kadang menaik diri,
emosional, perilaku negative dan lai-lain, serta membantunya agar anak
dapat menerima peran seks dalam kehidupan bersosialisasi dengan orang atau masyarakat di sekitarnya.
D. Perkembangan kepribadian
“Kata kepribadian dalam bahasa asing disebut dengan kata personality. Kata ini berasal dari kata latin, yaitu persona
yang berarti “topeng” atau seorang individu yang berbicara melalui
sebuah topeng yang menyembunyikan identitasnya dan memerankan tokoh
lain dalam drama” (Buchori, 1982:91). Sehingga kepribadian seseorang
adalah perangsang dari orang tua atau kesan yang ditimbulkan oleh
keseluruhan tingkah laku orang lain.
Kepribadian bersifat dinamis (tidak statis), dan
melainkan berkembang secara terbuka sehingga manusia senantiasa berada
dalam kondisi perubahan dan perkembangan. Kepribadian selalu dalam
penyesuaian diri yang unik dengan lingkungannya dan berkembang
bersama-sama dengan lingkungannya, serta menentukan jenis penyesuaian
yang akan dilakukan anak, karena tiap anak mempunyai pengalaman belajar
yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Dalam perkembangan kepribadian, konsep diri dan sifat-sifat seseorang merupakan hal atau komponen penting. “konsep
diri merupakan konsep, persepsi, maupun gambaran seseorang mengenai
dirinya sendiri, atau sebagai bayangan dari cermin diri. Konsep diri seseorang dipengaruhi dan ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan orang lain terhadap dirinya” (Buchori 1982).
Menurut Suadianto (2009) menerangkan bahwa
Sifat mempunyai dua ciri yang menonjol, yaitu:
(1) Individualistis yang diperlihatkan dalam kuantitas ciri tertentu dan bukan kekhasan ciri bagi orang lain.
(2) Konsistensi
yang berarti seseorang bersikap dengan cara yang hampir sama dalam
situasi dan kondisi yang serupa, konsep diri merupakan inti kepribadian
yang mempengaruhi berbagai sifat yang menjadi ciri khas kepribadian
seseorang.
Menurut Kurnia (2007) menyatakan bahwa
Mengenai
perkembangan pola kepribadian, ada 3 faktor yang menentukan
perkembaangan kepribdian seseorang termasuk peserta didik, yaitu:
1. Faktor
bawaan, termasuk sifat-sifat yang diturunkan kepada anaknya, misalnya
sifat sabar anak dikarenakan orang tuanya juga memiliki sifat sabar,
demikian juga wawasan sosial anak dipengaruhi oleh tingkat
kecerdasannya.
2. Pengalaman
awal dalam lingkungan keluarga ketika anak masih kecil. Pengalaman itu
membentuk konsep diri primer yang sangat mempengaruhi perkembangan
kepribadian anak dalam mengadakan penyesuaian diri dan sosial pada
perkembangan kepribadian periode selanjutnya.
3. Pengalaman
kehidupan selanjutnya dapat memperkuat konsep diri dan dasar
kepribadian yang sudah ada, atau karena pengalaman yang sangat kuat
sehingga mengubah konsep diri dan sifat-sifat yang sudah terbentuk pada
diri seseorang.
Pada
perkembangan kepribadian pesera didik, tidak ada kepribadian dan
sifat-sifat yang benar-benar sama. Tiap anak adalah individu yang unik dan mempunyai pengalaman belajar dalam penyesuaian diri dan sosial yang berbeda secara pribadi. Menurut Suadianto (2007) menjelaskan bahwa hal penting dalam perkembangan kepribadian adalah ketetapan dalam pola kepribadian atau persistensi. Artinya, terdapat kecenderungan ciri sifat kepribadian yang menetap dan relatif tidak berubah sehingga mewarnai timbul perilaku khusus terhadap diri seseorang. Persistensi dapat disebabkan oleh kondisi bawaan anak sejak lahir, pendidikan yang ditempuh anak, perilaku orang tua dan lingkungan kelompok teman sebaya, serta peran dan pilihan anak ketika berinteraksi dengan lingkungan sosial.
E. Pengaruh kepribadian terhadap peserta didik
Memahami karakter seseorang memang sangat sulit, namun sangat penting. Apalagi
kita sebagai pendidik selalu bersama dengan peserta didik yang sangat
banyak dan masing-masing mempunyai karakter-karakter tersendiri.
Keadaan atau proses beajar dan mengajar tidak dapat berjalan dengan
baik apabila kita tidak saling mengenal dengan peserta didik. Saling
mengenal tidak harus dengan menghafal nama-nama dari peserta didik,
tetapi pendidik harus mengenal kepribadian dari murid-muridnya.
Berdasarkan
tipe-tipe kepribadian yang telah tercantum di atas bahwa setiap sifat
yang baik pasti ada sifat yang jelek. Ada peserta didik yang diajak berbicara selalu merespon, ada peserta didik
yang periang, ada sifat atau pribadi yang tertutup, ada peserta didik
yang kurang menghargai pendidikya dan mengaggap suatu hal biasa. Kita
sebagai pedidik, kita harus mengendalikan ego dan menambah kesabaran
saat berinteraksi dengan peserta didik untuk mengingatkan bahwa hal
tersebut salah, benar, sopan dan lain-lain. Misalnya,
anak yang suka bergurau dan menganggap guru adalah teman, saat pendidik
melakukan kesalahan dan peserta didik mengejek dengan kata kurang
sopan. Apabila kita langsung memarahi dan tidak bisa menahan emosi
kita, maka kita akan ditakuti oleh dia dan bisa saja peserta didik
tersebut dan yang lain langsung merasa tegang dan akhirnya pada saat
peajaran, bukan suasana yng menyenangkan yang
didapat melainkan suasana tegang. Kita sebagai pendidik harus melihat
kepribadian siswa tersebut apakah mudah tersingung atau tidak. Bila
murid tersebut tidak muah tersinggung, kita bisa mengingatkan
kesalahannya dengan cara lelucon. Namun bila dia mudah tersinggung maka
kita bisa menegur saat di luar jam pelajaran. Bila suasana yang
tercipta adalah tegang maka materi yang diberikan tidak diserap hingga
maksimal dan akhirnya prestasi menurun.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Peserta didik mserupakan subjek utama dalam penyelenggaran pembelajaran.
Tugas utama peserta didik adalah belajar, yaitu kegiatan atau usaha
yang dilakukan untuk memperoleh perubahan perilaku dari segala aspek,
mulai dari kognitif sampai psikomotorik.
Selama
proses belajar berlangsung, pengembangan kepribadian peserta didik pun
ikut berubah. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah faktor bawaan,
termasuk sifat-sifat yang diturunkan kepada anaknya, pengalaman awal
dalam lingkungan keluarga ketika anak masih kecil pengalaman kehidupan
selanjutnya dapat memperkuat konsep diri dan dasar kepribadian yang
sudah ada. Begitu banyak tipe dan karakteristik dari kepribadian dan
tiap individu.
Dan setiap orang memiliki kepribadian yang tidak sama, sehingga
dengan ketidaksamaan tiap individu, para pendidik harus bisa memahami
kepribadian masing-masing agar prestasi peserta didik satu dengan
peserta lainnya mempunyai peluang yang sama tanpa membuat kepribadian
buruk mereka muncul.
DAFTAR RUJUKAN
Buchori, M. 1982. Psikologi Pendidikan. Bandung: Jemars.
Wijaya, Juhana. 1988. Psikologi Bimbingan. Bandung: PT Eresco.
Kurnia, Ingridwati, dkk. 2007. Perkembangan belajar Peserta Didik. Jakarta: Depdiknas.
» Read More...